Elegant Rose - Diagonal Resize 2 PERKEMBANGAN PELAYANAN DAN PENDIDIKAN KEBIDANAN ~ IndaRisna

Minggu, 16 Desember 2012

PERKEMBANGAN PELAYANAN DAN PENDIDIKAN KEBIDANAN


PERKEMBANGAN PELAYANAN DAN PENDIDIKAN KEBIDANAN
            Perkembangan pelayanan dan pendidikan kebidanan di indonesia tidak terlepas dari masa penjajahan belanda, era kemerdekaan, polotik/kebijakan pemerintah dalam pelayanan dan pendidikan tenaga kesehatan, kebutuhan masyarakat serta kemajuan ilmu teknologi.
1.    PERKEMBANGAN PELAYANAN KEBIDANAN DI LUAR NEGERI
Kata “kebidanan” merupakan terjemahan dari kata obstetric. Kata obstetric berasal dari kata “obsto” yang artinya mendampingi. Menurut Klinkrert (1892), sebutan ‘bidan’ berasal dari bahasa Sansekerta yaitu “ Widwan” yang berarti cakap “membidani”. Mereka memberikan sedekah sebagai seorang penolong persalinan sampai bayi berusia 40 hari.
                     
Dalam sejarah manusia terdapat peradaban-peradaban, diantaranya di Yunani dan Romawi, di India dan Tiongkok, dimana praktik kedokteran sudah mencapai tingkat yang tinggi. Tanpa mengurangi jasa-jasa tokoh lain yang telah berperan untuk memajukan teori dan praktik kedokteran, perlu disebut nama Hipocrates yang mendapat sebutan sebagai “Bapak Ilmu Kedokteran”.

Pelopor-pelopor yang berjasa dalam perkembangan kebidanan, antara lain :

a.     Hipocrates ( 460-370 SM )
·           Sebagai Bapak Ilmu Kedokteran
·           Menganjurkan agar wanita yang sedang bersalin ditolong atas dasar kemanusiaan dan meringankan penderitaan ibu.
·           Di Yunani dan Romawi lebih dulu memberikan perawatan masa nifas.
b.    Soranus ( 98-138 M )
·         Berasal dari Ephesus/Turki, belajar di Alexandria/Mesir dan praktik disana dan di Roma
·         Sebagai Bapak Kebidanan
·         Menemukan serta menulis tentang versi Podali

c.     Moscion
·         Murid dari Soranus
·         Menulis katekismus  bagi bidan-bidan Roma

d.    William Harvey ( 1578-1657 )
·         Murid dari Fabricus
·         Menemukan fisiologi plasenta dan selaput janin
                                   

e.     Arantius
·         Menemukan ductus Arantii
·         Guru besar dari Italia

f.     Fallopius
·         Guru besar dari Italia
·         Menemukan saluran telur ( Tuba Fallopi )
g.    Ambrois Pare ( 1510-1590 )
·         Berasal dari Perancis
·         Mengembangan versi Podali dengan istilah versi ekstraksi ( diputar )

h.    Louise Bourgeois ( 1563-1636 )
·         Murid ambrois Pare
·         Mengembangakan ekstarksi persalinan yang sukar

i.      Francois Mauriceau
·         Menemukan cara membantu kelahiran sungsang yang disebut perasat Mauriceau

j.      Boudeloeque ( 1745-1810 )
·         Berasal dari Perancis
·         Mempelajari panggul dan ukurannya

k.    Peter III Chamberlein ( 1601-1683 )
·         Menemukan cunam/forceps

 Perkembangan Pelayanan Kebidanan di Amerika

Zaman dahulu, di Amerika Serikat persalinan ditolong oleh dukun beranak yang tidak mendapat pendidikan dan pelatihan. Biasanya bila wanita sukar melahirkan maka wanita tersebut akan disusir dan ditakuti agar rasa sakit bertambah dan kelahiran menjadi mudah karena kesakitan dan kesedihannya.

Menurut catatan Thomas, yang pertama kali praktik kebidanan di Amerika Serikat adalah Samuel Fuller dan istrinya. Kemudian menyusul Anne Hutchinson yang pada tahun 1634 pergi ke Boston bersama suaminya. Ia melaporkan bahwa ia telah banyak menolong persalinan.

Namun kemudian Anne mendapat kecaman sebagai wanita Tukang Sihir karena membantu persalinan dengan bayi yang mengalami anencephalus. Kemudian pergi ke New York dan meninggal terbunuh dalam pemberontakan orang-orang Indian. Untuk mengenang jasanya diperingati dengan nama Hutchinson River Parkway  di New York.




Tokoh-tokoh pelopor

Setelah orang-orang Amerika mendengar perkembangan di Inggris, beberapa orang besar Amerika pergi ke Inggris memperdalam ilmu kebidanan. Mereka ini menuntut ilmu di Inggris dan kembali ke Amerika untuk menerapkan ilmu kebidanan yang diperolehnya.


v  Dr. James Lloyd (1728-1810)
·         Berasal dari Boston
·         Belajar di London di RS Guy dan RS Saint Thomas

v  Dr. William Shippen ( 1736-1808)
·         Bersal dari Philadelphia
·         Belajar di Eropa selama 5 tahun
·         Tahun 1762  : mendapat izin mendirikan kursus kebidanan
·         Tahun 1765 : dibuka sekolah kedokteran  dari College Philadelphia
·         Tahun 1810 : Bedah dan kebidanan diajarkan bersama

v  Dr. Samuel Bard (1742-1821)
·         Belajar di Edinburg dan London
·         Memajukan bagian kedokteran di King College
·         Menulis buku-buku kebidanan

v  Dr. Walter Channing ( 1786-1876)
·           Belajar di Pensylvania, Edinburg dan London
·           Profesor kebidanan di Harvard Medical College

v  Hugh L. Hodge (1796-1873)
·           Menemukan bidang Hodge
·           Memberi ilmu kebidanan seperti letak Verteks dan sebagainya

Di Amerika serikat dilangsungkan usaha baru, dimana anggota Instructive Nursing Association mengadakan program “home visit” secara rutin pada wanita-wanita hamil. Akhirnya dalam tahun 1911 didirikan klinik antenatal di Boston Lying in  Hospital untuk pemeriksaan dan penanganan masalah wanita hamil. Klinik Antenatal kini sudah tersebar di seluruh dunia. Hal ini sebagai Preventive Health dalam pelayanan kebidanan. Pelayanan kebidanan di USA diberika oleh dokter. Sementara di negara lain, bidan memegang peran penting dalam memberikan pelayanan kebidanan. Berdasarkan data WHO 1996 AKI di Amerika Utara 1 : 6.366. Hal ini menunjukkan AKI lebih rendah , bahkan sangat rendah. Ini mengindikasikan pelayanan di negara-negara maju lebih pesat.




Perkembangan Pelayanan Kebidanan di Eropa

a)    Inggris


Kemajuan ilmu kebidanan di Perancis mempengaruhi orang-orang besar di Inggris ( London ). Tokoh-tokoh tersebut antara lain :

1.      William Smellie (1697-1763)
·         Seorang dokter di London
·         Belajar ilmu kebidanan di Perancis dan kembali tahun 1739
·         Mengembangkan praktik kebidanan di Inggris
·         Mengubah bentuk cunam/forceps dan menulis buku tentang pemasangan cunam


2.      William Hunter (1718-1783)
·         Murid Smellie dan melanjutkan usaha gurunya tersebut

Di Inggris, tahun 1899 mulai disediakan tempat perawatan wanita hamil di the Royal Maternity Hospital. Dalam hal ini dokter sangat berjasa menganjurkan diadakannya pro-maternity hospital untuk wanita hamil yang memerlukan perawata. Angka kematian menurun dari 44,2 per 10.000 kelahiran (1928) menjadi 2,5 per 10.000 (1970).

b)     Belanda

Di Belanda, bidan mempunyai peranan penting dalam memberikan pelayanan kebidanan. Bidan mempunyai kedudukan yang bebas. Namun, lambat laun bidan tidak berdiri sendiri tetapi merupakan bagian dari tim yang bertanggung jawab atas kesehatan dan keselamatan ibu dan anak dalam masa hamil, persalinan dan nifas. Dalam tahun 1965, 70 % persalinan berlangsung di rumah.

 Kemajuan Pelayanan Kebidanan

1.     Program Home Visit

Kunjungan rumah (Home Visit) awalnya dilakukan oleh perawat bidan dari Instructive Nursing Association di Amerika Serikat. Namun, seiring perkembngan nya telah dilakukan pula oleh negara-negara lain seperti Inggris, Belanda, Perancis, dan sebagainya. Kunjungan rumah ini dilakukan tidak hanya pada masa kehamilan tetapi juga pada masa nifas sampai bayi berumur 1 bulan.

2.   Woman Centre

Dalam pelayanan kebidanan berpusat pada ibu, bukan pada pemberi pelayanan (bidan). Sehingga ibu dapat memilih dan membuat keputusan sendiri dalam mendapatkan pelayanan. Ibui dapat memilih dimana dansiapa yang memberi pelayanan serta posisi persalinan yang ternyaman buat ibu.
3.   Woman Needs ( Empowering Woman) = listen to woman

Berorientasi pada apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh perempuan, memberdayakan perempuan, mendengarkan keinginan/ cita-cita para perempuan .

4.   Water Birth

Persalinan di air (water birth) artinya proses persalinan yang berlangusng di bak air besar akan membuat ibu lebih rileks dan nyaman. Sehingga persalinan berjalan dengan mudah jika tidak ada komplikasi sebelumnya (persalinan normal).

5.   Sistem Administrasi Rumah Sakit

Data-data klien terdokumentasi secaa komputerisasi (online). Baik data pribadi, data riwayat kesehatan dapat diakses secaraonline. Sehingga dimanapun berobat atau memriksakan diri, entah di RS pusat atau distrik-distrik lain dapat langsung diakses data keseluruhan klien tersebut, dan tidak perlu pengkajian ulang.


2.      Perkembangan pendidikan kebidanan

Perkembangan pendidikan bidan berhubungan dengan perkembangan pelayanan kebidanan. Keduanyan berjalan seiring untuk menjawab kebutuhan masyarakat akan pelayanan kebidanan. Yang dimaksud dalam pendidikan ini adalah, pendidikan formal dan nonformal.

Pendidikan bidan dimulai pada masa penjajahan Hindia Belanda. Pada tahun 1951 seorang dokter militer Belanda (dr.W.Bosch) membuka pendidikan bidan bagi wanita pribumi di Batavia. Pendidikan ini tidak berlangsung lama, karena kurangnya peserta didik yang disebabkan karena adanya larangan atau pembatasan bagi wanita untuk keluar rumah.

Pada tahun 1902 pendidikan bidan di buka kembali bagi wanita pribumi di Rumah Sakit Militer di Batavia dan pada tahun 1904 pendidikan bidan bagi wanita indo di buka di Makassar. Lulusan dari pendidikan ini harus bersedia untuk ditempatkan dimana saja tenaganya dibutuhkan dan mau menolong masyarakat yang kurang mampu secara Cuma-Cuma.Lulusan ini mendapat tunjangan dari pemerintah kutang lebih 15-25 Gulden per bulan. Kemudian dinaikkan menjadi 40 Gulden per bulan (tahun 1992).

Tahun 1911/1912 dimulai pendidikan tenaga keperawatan secara terencana di CBZ (RSUP) semarang dan batavia. Calon yang diterima dari HIS (SD 7 tahun) dengan pendidikan keperawatan 4 tahun dan pada awalnya hanya menerima perserta didik pria. Pada tahun 1914 telah diterima juga peserta didik wanita pertama dan bagi perawat wanita yang lulus dapat meneruskan kependidikan kebidanan selama 2 tahun. Untuk perawat pria dapat meneruskan ke pendidikan keperawatan lanjutan selama 2 tahun juga.
Pada tahun 1935-1938 pemerintah kolonial belanda mulai mendidik bidan lulusan Mulo (setingkat SLTP bagian B) dan hampir bersamaan debuka sekolah bidan di beberapa kota besar antara lain Jakarta dan Semarang. Di tahun yang sama dikeluarkan sebuah peraturan yang membedakan lulusan bidan berdasarkan latar belakang pendidikan. Bidan dengan dasar pendidikannya Mulo dan pendidikan kebidanan selama 3 tahun disebut bidan kelas satu dan bidan dari lulusan perawat disebut bidan kelas dua. Perbedaan ini menyangkut perbedaan gaji pokok dan tunjangan bagi bidan. Pada zaman penjajahan Jepang, pemerintah mendirikan sekolah perawat atau sekolah bidan dengan nama dan dasar yang berbeda, namun memiliki persyaratan yang sama dengan zaman penjajahan belanda.peserta didik kurang berminat memasuki sekolah tersebut dan mereka mendaftar karena terpaksa, karena tidak ada pendidikan lain.


Pada tahun 1950-1953 dibuka sekolah bidan dari lulusan SMP dengan batasan usia minilam 17 tahun dan lama pendidikan 3 tahun. Mengingat kebutuhan tenaga untuk menolong persalinan cukup banyak, maka dibuka pendidikan pembantu bidan yang disebut Penjenang Kesehatan E atau pembantu bidan. Pendidikan ini dilanjutkan sampai tahun 1976 dan setelah itu ditutup. Peserta didik PK/E adalah lulusan SMP ditambah dua tahun kebidanan dasar. Lulusan dari PK/E sebagaian besar melanjutkan pendidikan bidan selama 2 tahun.

Tahun 1953 dibuka kursus tambahan bidan (KTB) di yogyakarta, lamanya kursus antara 7 sampai dengan 12 minggu. Pada tahun 1960 KTB dipindahkan ke jakarta. Tujuan dari KTB ini adalah untuk memperkenalkan kepada lulusan bidan mengenai perkembangan program KIA dalam pelayanan kesehatan masyarakat, sebelum lulusan memulai tugasnya sebagai bidan terutama menjadi bidan di BKIA. Pada tahun 1967 KTB ditutup.

Tahun 1954 dibuka pendidikan guru bidan secara bersama-sama dengan guru perawat dan perawat kesehatan masyarakat di bandung. Pada awalnya pendidikan ini berlangsung 1 tahun, kemudian menjadi 2 tahun dan terakhir berkembang menjadi 3 tahun. Pada awal tahun 1972 institusi pendidikan ini dilebur menjadi sekolah guru perawa (SGP). Pendidikan ini menerima calon dari lulusan sekolah perawat dan sekolah bidan.

Pada tahun 1970 dibuka program pendidikan bidan yang menerima lulusan dari sekolah pengatur rawat (SPR) ditambah dua tahun pendidikan bidan yang disebut sekolah pendidikan lanjutan jurusan kebidanan (SPLJK). Pendidikan ini dilaksanakan secara merata di seluruh provinsi.

Pada tahun 1974 mengingat jenis tenaga kesehatan menengah dan bawah sangat banyak, departeman kesehatan melakukan penyederhanaan pendidikan tenaga kesehatan non sarjana. Sekolah bidan ditutup dan dibuka sekolah perawat kesehatan (SPK) dengan tujuan adanya tenaga multi purpose di lapangan dimana salah satu tugasnya  adalah menolong persalinan normal. Namun karena adanya perbedaan falsafah dan kurikulun terutama yang berkaitan dengan kemampuan seorang bidan, maka tujuan pemerintah agar SPK dapat menolong persalinan tidak tercapai atau terbukti tidak berhasil.

Pada tahun 1975 sampai 1984 institusi pendidikan bidan ditutup, sehingga selama 10 tahun tidak mengahasilkan bidan. Namun organisasi profesi bidan  (IBI) tetap ada dan hidup secara wajar.

Pada tahun 1975 sampai 1984 institusi pendidikan bidan ditutup, sehingga selama 10 tahun tidak mengahasilkan bidan. Namun organisasi profesi bidan  (IBI) tetap ada dan hidup secara wajar.
Pendidikan ini hanya berlangsung 1 tahun dan tidak dilakukan oleh semua istitusi.

Pada tahun 1985 dibuka lagi program pendidikan bidan yang disebut (PPB) yang menerima lulusan dari SPR dan SPK. Pada saat itu dibutuhkan bidan yang memiliki kewenangan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana di masyarakat. Lama pendidikan 1 tahun dan lulusannya dikembalikan kepada institusi yang mengirim.

Tahun 1898 dibuka crash program pendidikan bidan secara nasional yang memperbolehkan lulusan SPK untuk langsung masuk program pendidikan bidan. Program ini dikenal sebagai program pendidikan bidan A (PPB/A). Lama pendidikan 1 tahun dan lulusannya ditempatkan di desa-desa, dengan tujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan terutama pelayanan kesehatan terhadap ibu dan anak di daerah pedesaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan keluarga dan menurunkan angka kematian ibu dan anak. Untuk itu pemerintah menempatkan seorang bidan di tiap desan sebagai pegawai negeri sipil (PNS Golongan II). Mulai tahun 1996 status bidan di desa sebagai pegawai tidak tetap (Bidan PTT) dengan kontrak selama 3 tahun dengan pemerintah, yang kemudian dapat diperpanjang 2x3 tahun lagi.

Penempatan BDD ini menyebabkan orientasi sebagai tenaga kesehatan berubah. BDD harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya tidak hanya kemampuan klinik sebagai bidan tapi juga kemampuan untuk berkomunikasi, konseling dan kemampuan untuk menggerakkan masyarakat desa dalam meningkatkan taraf kesehatan ibu dan anak. Program pendidikan bidan (A) diselenggarakan dengan peserta didik cukup besar. Diharapkan pada tahun 1996 sebagian besar desa sudah memiliki minimal seorang bidan. Lulusan pendidikan ini kenyataannya juga tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan sesuai yang diharapkan sebagai seorang bidan profesional, karena lama pendidikan yang terlalu singkat dan jumlah peserta didik yang terlalu besar dalam kurun waktu satu tahun akademik, sehingga kesempatan peserta didik untuk praktek klinik kebidanan sangat kurang sehingga tingkat kemampuan yang dimiliki sebagai seorang bidan juga kurang.

Pada tahun 1993 dibuka program pendidikan bidan program B yang peserta didiknya dari lulusan akademi perawat (Akper) dengan lama pendidikan satu tahun. Tujuan program ini dalah untuk mempersiapkan tenaga pengajar pada program pendidikan bidan A. Berdasarkan hasil penelitian terhadap kemampuan klinik kebidanan dari lulusan ini tidak menunjukkan kompetensi yang diharapkan karena lama pendidikan yang terlalu singkat yaitu hanya setahun. Pendidikan ini hanya berlangsung selama 2 angkatan (1995 dan 1996) kemudian ditutup.

Pada tahun 1993 juga dibuka pendidikan bidan program C (PPB C), yang menerima masukan dari lulusan SMP. Pendidikan ini dilakukan di 11 provinsi yaitu : aceh, bengkulu, lampung dan riau (wilayah sumatera), kalimantan barat, kalimantan timur dan kalimantan selatan (wilayah kalimantan), sulawesi selatan, nusa tenggara timur, maluku dan irian jaya. Pendidikan ini memerlukan kurikulum 3700 jam dan dapat diselesaikan dalam waktu 6 semester.

Selain program pendidikan bidan di atas, sejak tahun 1994-1995 pemerintah juga menyelenggarakan uji coba pendidikan bidan jarak jauh di 3 provinsi yaitu jawa barat, jawa tengah dan jawa timur. Kebijakan ini dilaksanakan untuk memperluas cakupan upaya peningkatan mutu tenaga kesehatan yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Pengaturan penyelenggaraan ini telah di atur dalam SK Menkes No.1247/Menkes/SK/XII/1994.

Diklat jarak jauh bidan (DJJ) adalah DJJ kesehatan yang ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan bidan agar mampu melaksanakan tugasnya dan diharapkan berdampak pada penurunan AKI dan AKB. DJJ bidan dilaksanakan dengan menggunakan modul sebanyak 22 buah.
Pendidikan ini dikoordinasikan oleh pusdiklat depkes dan dilaksanakan oleh bapelkes di propinsi. DJJ tahap I dilaksanakan di 15proponsi. Pada tahap II dilaksanakan di 16 propinsi dan tahap III dilaksanakan di 26 propinsi. Secara kumulatif tahap I-III telah diikuti oleh 6.303 orang bidan dan sejumlah 3.439 dinyatakan lulus.pada tahap IV DJJ dilaksanakan di 26 proponsi dengan jumlah tiap propinsinyaadalah 60 orang, kecuali propinsi Maluku, Irian jaya dan Sulawesi tengah masing-masing 40 orang dan propinsi jambi 50 orang. Dari 1490 peserta belum diketahui berapa jumlah yang lulus karena laporan belum masuk.

Selain pelatihan DJJ tersebut pada tahun 1994 juga dilaksanakan pelatihan pelayanan kegawatdaruratan maternal dan neonatal dengan materi pembelajaran berbentuk 10 modul. Koordinatornya adalah direktorat kesehatan keluarga ditjen binkesmas, sedang pelaksananya adalah rumah sakit propinsi/kabupaten. Penyelenggaraan ini dinilai tidak efektif ditinjau dari proses.

Pada tahun 1996, IBI bekerjasama dengan departemen kesehatan dan ACNM dan rumah sakit swasta mengadakan training of trainer kepada anggota IBI sebanyak 8 orang untuk LSS, yang kemudian menjadi tim pelatih LSS inti di PPIBI. Tim pelatih LSS ini mengadakan TOT dan pelatihan baik untuk bidan di desa maupun bidan praktek swasta. Pelatihan praktek dilaksanakan di 14 propinsi dan selanjutnya melatih bidan praktek swasta secara swadaya, begitu juga guru/dosen D3 Kebidanan.

1995-1998, IBI bekerjasama langsung dengan mother care melakukan pelatihan dan peer preview bagi bidan rumah sakit, bidan puskesmas dan bidan di desa di propinsi Kalimantan selatan.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar