PERKEMBANGAN PELAYANAN DAN PENDIDIKAN
KEBIDANAN
Perkembangan pelayanan dan pendidikan kebidanan di
indonesia tidak terlepas dari masa penjajahan belanda, era kemerdekaan,
polotik/kebijakan pemerintah dalam pelayanan dan pendidikan tenaga kesehatan, kebutuhan
masyarakat serta kemajuan ilmu teknologi.
1.
PERKEMBANGAN PELAYANAN KEBIDANAN DI LUAR NEGERI
Kata “kebidanan” merupakan terjemahan
dari kata obstetric. Kata obstetric berasal dari kata “obsto” yang artinya
mendampingi. Menurut Klinkrert (1892), sebutan ‘bidan’ berasal dari bahasa
Sansekerta yaitu “ Widwan” yang berarti cakap “membidani”. Mereka memberikan
sedekah sebagai seorang penolong persalinan sampai bayi berusia 40 hari.
Dalam sejarah manusia terdapat
peradaban-peradaban, diantaranya di Yunani dan Romawi, di India dan Tiongkok,
dimana praktik kedokteran sudah mencapai tingkat yang tinggi. Tanpa mengurangi
jasa-jasa tokoh lain yang telah berperan untuk memajukan teori dan praktik
kedokteran, perlu disebut nama Hipocrates yang mendapat sebutan sebagai “Bapak
Ilmu Kedokteran”.
Pelopor-pelopor
yang berjasa dalam perkembangan kebidanan, antara lain :
a.
Hipocrates ( 460-370 SM )
·
Sebagai Bapak Ilmu Kedokteran
·
Menganjurkan agar wanita yang sedang
bersalin ditolong atas dasar kemanusiaan dan meringankan penderitaan ibu.
·
Di Yunani dan Romawi lebih dulu memberikan perawatan masa
nifas.
b.
Soranus ( 98-138 M )
·
Berasal dari Ephesus/Turki, belajar di Alexandria/Mesir
dan praktik disana dan di Roma
·
Sebagai Bapak Kebidanan
·
Menemukan serta menulis tentang versi Podali
c.
Moscion
·
Murid dari Soranus
·
Menulis katekismus bagi bidan-bidan Roma
d.
William Harvey ( 1578-1657 )
·
Murid dari Fabricus
·
Menemukan fisiologi plasenta dan
selaput janin
e.
Arantius
·
Menemukan ductus Arantii
·
Guru besar dari Italia
f.
Fallopius
·
Guru besar dari Italia
·
Menemukan saluran telur ( Tuba
Fallopi )
g.
Ambrois Pare ( 1510-1590 )
·
Berasal dari Perancis
·
Mengembangan versi Podali dengan istilah versi ekstraksi
( diputar )
h.
Louise Bourgeois ( 1563-1636 )
·
Murid ambrois Pare
·
Mengembangakan ekstarksi persalinan
yang sukar
i.
Francois Mauriceau
·
Menemukan cara membantu kelahiran
sungsang yang disebut perasat Mauriceau
j.
Boudeloeque ( 1745-1810 )
·
Berasal dari Perancis
·
Mempelajari panggul dan ukurannya
k.
Peter III Chamberlein ( 1601-1683 )
·
Menemukan cunam/forceps
Perkembangan Pelayanan Kebidanan di
Amerika
Zaman dahulu, di Amerika Serikat persalinan ditolong oleh
dukun beranak yang tidak mendapat pendidikan dan pelatihan. Biasanya bila
wanita sukar melahirkan maka wanita tersebut akan disusir dan ditakuti agar
rasa sakit bertambah dan kelahiran menjadi mudah karena kesakitan dan
kesedihannya.
Menurut catatan Thomas, yang pertama kali praktik kebidanan
di Amerika Serikat adalah Samuel Fuller dan istrinya. Kemudian menyusul Anne Hutchinson yang
pada tahun 1634 pergi ke Boston bersama suaminya. Ia melaporkan bahwa ia telah
banyak menolong persalinan.
Namun kemudian Anne mendapat kecaman
sebagai wanita Tukang Sihir karena membantu persalinan dengan bayi yang
mengalami anencephalus. Kemudian pergi ke New York dan
meninggal terbunuh dalam pemberontakan orang-orang Indian. Untuk mengenang
jasanya diperingati dengan nama Hutchinson River Parkway di New York.
Tokoh-tokoh
pelopor
Setelah orang-orang Amerika mendengar perkembangan di
Inggris, beberapa orang besar Amerika pergi ke Inggris memperdalam ilmu
kebidanan. Mereka ini menuntut ilmu di Inggris dan kembali ke Amerika untuk
menerapkan ilmu kebidanan yang diperolehnya.
v
Dr. James Lloyd (1728-1810)
·
Berasal dari Boston
·
Belajar di London di RS Guy dan RS
Saint Thomas
v
Dr. William Shippen ( 1736-1808)
·
Bersal dari Philadelphia
·
Belajar di Eropa selama 5 tahun
·
Tahun 1762 : mendapat izin mendirikan kursus kebidanan
·
Tahun 1765 : dibuka sekolah
kedokteran dari College Philadelphia
·
Tahun 1810 : Bedah dan kebidanan
diajarkan bersama
v
Dr. Samuel Bard (1742-1821)
·
Belajar di Edinburg dan London
·
Memajukan bagian kedokteran di King
College
·
Menulis buku-buku kebidanan
v
Dr. Walter Channing ( 1786-1876)
·
Belajar di Pensylvania, Edinburg dan London
·
Profesor kebidanan di Harvard
Medical College
v
Hugh L. Hodge (1796-1873)
·
Menemukan bidang Hodge
·
Memberi ilmu kebidanan seperti letak
Verteks dan sebagainya
Di Amerika serikat dilangsungkan usaha baru, dimana anggota
Instructive Nursing Association mengadakan program “home visit” secara rutin
pada wanita-wanita hamil. Akhirnya dalam tahun 1911 didirikan klinik antenatal
di Boston Lying in Hospital untuk
pemeriksaan dan penanganan masalah wanita hamil. Klinik Antenatal kini sudah
tersebar di seluruh dunia. Hal ini sebagai Preventive Health dalam pelayanan
kebidanan. Pelayanan kebidanan di USA diberika oleh dokter. Sementara di negara lain, bidan
memegang peran penting dalam memberikan pelayanan kebidanan. Berdasarkan data
WHO 1996 AKI di Amerika Utara 1 : 6.366. Hal ini menunjukkan AKI lebih rendah ,
bahkan sangat rendah. Ini mengindikasikan pelayanan di
negara-negara maju lebih pesat.
Perkembangan Pelayanan Kebidanan di
Eropa
a) Inggris
Kemajuan ilmu kebidanan di Perancis
mempengaruhi orang-orang besar di Inggris ( London ). Tokoh-tokoh tersebut antara lain :
1.
William Smellie (1697-1763)
·
Seorang dokter di London
·
Belajar ilmu kebidanan di Perancis dan kembali tahun 1739
·
Mengembangkan praktik kebidanan di
Inggris
·
Mengubah bentuk cunam/forceps dan
menulis buku tentang pemasangan cunam
2.
William Hunter (1718-1783)
·
Murid Smellie dan melanjutkan usaha
gurunya tersebut
Di Inggris, tahun 1899 mulai disediakan tempat perawatan
wanita hamil di the Royal Maternity Hospital. Dalam hal ini dokter sangat
berjasa menganjurkan diadakannya pro-maternity hospital untuk wanita hamil yang
memerlukan perawata. Angka kematian menurun dari 44,2 per 10.000 kelahiran
(1928) menjadi 2,5 per 10.000 (1970).
b) Belanda
Di Belanda,
bidan mempunyai peranan penting dalam memberikan pelayanan kebidanan. Bidan
mempunyai kedudukan yang bebas. Namun, lambat laun bidan tidak berdiri sendiri
tetapi merupakan bagian dari tim yang bertanggung jawab atas kesehatan dan
keselamatan ibu dan anak dalam masa hamil, persalinan dan nifas. Dalam tahun 1965, 70 % persalinan berlangsung di rumah.
Kemajuan
Pelayanan Kebidanan
1.
Program Home Visit
Kunjungan rumah (Home Visit) awalnya dilakukan oleh perawat
bidan dari Instructive Nursing Association di Amerika Serikat. Namun, seiring
perkembngan nya telah dilakukan pula oleh negara-negara lain seperti Inggris,
Belanda, Perancis, dan sebagainya. Kunjungan rumah ini dilakukan tidak hanya
pada masa kehamilan tetapi juga pada masa nifas sampai bayi berumur 1 bulan.
2.
Woman Centre
Dalam pelayanan kebidanan berpusat pada
ibu, bukan pada pemberi pelayanan (bidan). Sehingga ibu dapat memilih dan
membuat keputusan sendiri dalam mendapatkan pelayanan. Ibui dapat memilih dimana
dansiapa yang memberi pelayanan serta posisi persalinan yang ternyaman buat
ibu.
3.
Woman Needs ( Empowering Woman) = listen to woman
Berorientasi pada apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh
perempuan, memberdayakan perempuan, mendengarkan keinginan/ cita-cita para
perempuan .
4.
Water Birth
Persalinan di air (water birth) artinya proses persalinan
yang berlangusng di bak air besar akan membuat ibu lebih rileks dan nyaman. Sehingga persalinan berjalan dengan
mudah jika tidak ada komplikasi sebelumnya (persalinan normal).
5.
Sistem Administrasi Rumah Sakit
Data-data klien terdokumentasi secaa
komputerisasi (online). Baik data pribadi, data riwayat kesehatan dapat diakses
secaraonline. Sehingga dimanapun berobat atau memriksakan diri, entah di RS
pusat atau distrik-distrik lain dapat langsung diakses data keseluruhan klien
tersebut, dan tidak perlu pengkajian ulang.
2.
Perkembangan
pendidikan kebidanan
Perkembangan pendidikan bidan berhubungan dengan
perkembangan pelayanan kebidanan. Keduanyan berjalan seiring untuk menjawab
kebutuhan masyarakat akan pelayanan kebidanan. Yang dimaksud dalam pendidikan
ini adalah, pendidikan formal dan nonformal.
Pendidikan bidan dimulai pada masa penjajahan Hindia
Belanda. Pada tahun 1951 seorang dokter militer Belanda (dr.W.Bosch) membuka
pendidikan bidan bagi wanita pribumi di Batavia.
Pendidikan ini tidak berlangsung lama, karena kurangnya peserta didik yang
disebabkan karena adanya larangan atau pembatasan bagi wanita untuk keluar
rumah.
Pada tahun 1902 pendidikan bidan di buka kembali bagi
wanita pribumi di Rumah Sakit Militer di Batavia dan pada tahun 1904 pendidikan
bidan bagi wanita indo di buka di Makassar. Lulusan dari pendidikan ini harus
bersedia untuk ditempatkan dimana saja tenaganya dibutuhkan dan mau menolong
masyarakat yang kurang mampu secara Cuma-Cuma.Lulusan
ini mendapat tunjangan dari pemerintah kutang lebih 15-25 Gulden per bulan.
Kemudian dinaikkan menjadi 40 Gulden per bulan (tahun 1992).
Tahun 1911/1912 dimulai pendidikan tenaga keperawatan
secara terencana di CBZ (RSUP) semarang dan batavia. Calon yang diterima dari
HIS (SD 7 tahun) dengan pendidikan keperawatan 4 tahun dan pada awalnya hanya
menerima perserta didik pria. Pada tahun 1914 telah diterima juga peserta didik
wanita pertama dan bagi perawat wanita yang lulus dapat meneruskan kependidikan
kebidanan selama 2 tahun. Untuk perawat pria dapat meneruskan ke pendidikan
keperawatan lanjutan selama 2 tahun juga.
Pada tahun 1935-1938 pemerintah kolonial belanda mulai
mendidik bidan lulusan Mulo (setingkat SLTP bagian B) dan hampir bersamaan
debuka sekolah bidan di beberapa kota besar antara lain Jakarta dan Semarang.
Di tahun yang sama dikeluarkan sebuah peraturan yang membedakan lulusan bidan
berdasarkan latar belakang pendidikan. Bidan dengan dasar pendidikannya Mulo
dan pendidikan kebidanan selama 3 tahun disebut bidan kelas satu dan bidan dari
lulusan perawat disebut bidan kelas dua. Perbedaan ini menyangkut perbedaan
gaji pokok dan tunjangan bagi bidan. Pada zaman penjajahan Jepang, pemerintah
mendirikan sekolah perawat atau sekolah bidan dengan nama dan dasar yang
berbeda, namun memiliki persyaratan yang sama dengan zaman penjajahan
belanda.peserta didik kurang berminat memasuki sekolah tersebut dan mereka
mendaftar karena terpaksa, karena tidak ada pendidikan lain.
Pada tahun 1950-1953 dibuka sekolah bidan dari lulusan
SMP dengan batasan usia minilam 17 tahun dan lama pendidikan 3 tahun. Mengingat
kebutuhan tenaga untuk menolong persalinan cukup banyak, maka dibuka pendidikan
pembantu bidan yang disebut Penjenang Kesehatan E atau pembantu bidan.
Pendidikan ini dilanjutkan sampai tahun 1976 dan setelah itu ditutup. Peserta
didik PK/E adalah lulusan SMP ditambah dua tahun kebidanan dasar. Lulusan dari
PK/E sebagaian besar melanjutkan pendidikan bidan selama 2 tahun.
Tahun 1953 dibuka kursus tambahan bidan (KTB) di
yogyakarta, lamanya kursus antara 7 sampai dengan 12 minggu. Pada tahun 1960
KTB dipindahkan ke jakarta. Tujuan dari KTB ini adalah untuk memperkenalkan
kepada lulusan bidan mengenai perkembangan program KIA dalam pelayanan
kesehatan masyarakat, sebelum lulusan memulai tugasnya sebagai bidan terutama
menjadi bidan di BKIA. Pada tahun 1967 KTB ditutup.
Tahun 1954 dibuka pendidikan guru bidan secara
bersama-sama dengan guru perawat dan perawat kesehatan masyarakat di bandung.
Pada awalnya pendidikan ini berlangsung 1 tahun, kemudian menjadi 2 tahun dan
terakhir berkembang menjadi 3 tahun. Pada awal tahun 1972 institusi pendidikan
ini dilebur menjadi sekolah guru perawa (SGP). Pendidikan ini menerima calon
dari lulusan sekolah perawat dan sekolah bidan.
Pada tahun 1970 dibuka program pendidikan bidan yang
menerima lulusan dari sekolah pengatur rawat (SPR) ditambah dua tahun
pendidikan bidan yang disebut sekolah pendidikan lanjutan jurusan kebidanan
(SPLJK). Pendidikan ini dilaksanakan secara merata di seluruh provinsi.
Pada tahun 1974 mengingat jenis tenaga kesehatan menengah
dan bawah sangat banyak, departeman kesehatan melakukan penyederhanaan
pendidikan tenaga kesehatan non sarjana. Sekolah bidan ditutup dan dibuka
sekolah perawat kesehatan (SPK) dengan tujuan adanya tenaga multi purpose di
lapangan dimana salah satu tugasnya
adalah menolong persalinan normal. Namun karena adanya perbedaan falsafah
dan kurikulun terutama yang berkaitan dengan kemampuan seorang bidan, maka
tujuan pemerintah agar SPK dapat menolong persalinan tidak tercapai atau
terbukti tidak berhasil.
Pada tahun 1975 sampai 1984 institusi pendidikan bidan
ditutup, sehingga selama 10 tahun tidak mengahasilkan bidan. Namun organisasi profesi bidan (IBI) tetap ada dan hidup secara wajar.
Pada tahun 1975 sampai 1984 institusi pendidikan bidan
ditutup, sehingga selama 10 tahun tidak mengahasilkan bidan. Namun organisasi profesi bidan (IBI) tetap ada dan hidup secara wajar.
Pendidikan ini hanya berlangsung 1 tahun dan tidak
dilakukan oleh semua istitusi.
Pada tahun 1985 dibuka lagi program pendidikan bidan yang
disebut (PPB) yang menerima lulusan dari SPR dan SPK. Pada saat itu dibutuhkan
bidan yang memiliki kewenangan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan ibu dan
anak serta keluarga berencana di masyarakat. Lama pendidikan 1 tahun dan
lulusannya dikembalikan kepada institusi yang mengirim.
Tahun 1898 dibuka crash program pendidikan bidan secara
nasional yang memperbolehkan lulusan SPK untuk langsung
masuk program pendidikan bidan. Program ini dikenal sebagai program pendidikan
bidan A (PPB/A). Lama pendidikan 1 tahun dan lulusannya ditempatkan di
desa-desa, dengan tujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan terutama pelayanan
kesehatan terhadap ibu dan anak di daerah pedesaan dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan keluarga dan menurunkan angka kematian ibu dan anak. Untuk itu
pemerintah menempatkan seorang bidan di tiap desan sebagai pegawai negeri sipil
(PNS Golongan II). Mulai tahun 1996 status bidan di desa sebagai pegawai tidak
tetap (Bidan PTT) dengan kontrak selama 3 tahun dengan pemerintah, yang
kemudian dapat diperpanjang 2x3 tahun lagi.
Penempatan BDD ini menyebabkan orientasi sebagai tenaga
kesehatan berubah. BDD harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya tidak hanya
kemampuan klinik sebagai bidan tapi juga kemampuan untuk berkomunikasi,
konseling dan kemampuan untuk menggerakkan masyarakat desa dalam meningkatkan
taraf kesehatan ibu dan anak. Program pendidikan bidan (A) diselenggarakan
dengan peserta didik cukup besar. Diharapkan pada tahun 1996 sebagian besar
desa sudah memiliki minimal seorang bidan. Lulusan pendidikan ini kenyataannya juga
tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan sesuai yang diharapkan sebagai
seorang bidan profesional, karena lama pendidikan yang terlalu singkat dan
jumlah peserta didik yang terlalu besar dalam kurun waktu satu tahun akademik,
sehingga kesempatan peserta didik untuk praktek klinik kebidanan sangat kurang
sehingga tingkat kemampuan yang dimiliki sebagai seorang bidan juga kurang.
Pada tahun 1993 dibuka program pendidikan bidan program B
yang peserta didiknya dari lulusan akademi perawat (Akper) dengan lama
pendidikan satu tahun. Tujuan program ini dalah untuk mempersiapkan tenaga
pengajar pada program pendidikan bidan A. Berdasarkan hasil penelitian terhadap
kemampuan klinik kebidanan dari lulusan ini tidak menunjukkan kompetensi yang
diharapkan karena lama pendidikan yang terlalu singkat yaitu hanya setahun.
Pendidikan ini hanya berlangsung selama 2 angkatan (1995 dan 1996) kemudian
ditutup.
Pada tahun 1993 juga dibuka pendidikan bidan program C
(PPB C), yang menerima masukan dari lulusan SMP. Pendidikan ini dilakukan di 11
provinsi yaitu : aceh, bengkulu, lampung dan riau (wilayah sumatera),
kalimantan barat, kalimantan timur dan kalimantan selatan (wilayah kalimantan),
sulawesi selatan, nusa tenggara timur, maluku dan irian jaya. Pendidikan ini memerlukan
kurikulum 3700 jam dan dapat diselesaikan dalam waktu 6 semester.
Selain program pendidikan bidan di atas, sejak tahun
1994-1995 pemerintah juga menyelenggarakan uji coba
pendidikan bidan jarak jauh di 3 provinsi yaitu jawa barat, jawa tengah dan
jawa timur. Kebijakan ini dilaksanakan untuk memperluas cakupan upaya
peningkatan mutu tenaga kesehatan yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan
peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Pengaturan penyelenggaraan ini telah di
atur dalam SK Menkes No.1247/Menkes/SK/XII/1994.
Diklat jarak jauh bidan (DJJ) adalah DJJ kesehatan yang
ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan bidan agar
mampu melaksanakan tugasnya dan diharapkan berdampak pada penurunan AKI dan
AKB. DJJ bidan dilaksanakan dengan menggunakan modul sebanyak 22 buah.
Pendidikan ini
dikoordinasikan oleh pusdiklat depkes dan dilaksanakan oleh bapelkes di
propinsi. DJJ tahap I dilaksanakan di 15proponsi. Pada tahap II dilaksanakan di
16 propinsi dan tahap III dilaksanakan di 26 propinsi. Secara kumulatif tahap
I-III telah diikuti oleh 6.303 orang bidan dan sejumlah 3.439 dinyatakan
lulus.pada tahap IV DJJ dilaksanakan di 26 proponsi dengan jumlah tiap propinsinyaadalah
60 orang, kecuali propinsi Maluku, Irian jaya dan Sulawesi tengah masing-masing
40 orang dan propinsi jambi 50 orang. Dari 1490 peserta belum diketahui berapa
jumlah yang lulus karena laporan belum masuk.
Selain pelatihan DJJ
tersebut pada tahun 1994 juga dilaksanakan pelatihan pelayanan kegawatdaruratan
maternal dan neonatal dengan materi pembelajaran berbentuk 10 modul.
Koordinatornya adalah direktorat kesehatan keluarga ditjen binkesmas, sedang
pelaksananya adalah rumah sakit propinsi/kabupaten. Penyelenggaraan ini dinilai
tidak efektif ditinjau dari proses.
Pada tahun 1996, IBI
bekerjasama dengan departemen kesehatan dan ACNM dan rumah sakit swasta
mengadakan training of trainer kepada anggota IBI sebanyak 8 orang untuk LSS,
yang kemudian menjadi tim pelatih LSS inti di PPIBI. Tim pelatih LSS ini
mengadakan TOT dan pelatihan baik untuk bidan di desa maupun bidan praktek
swasta. Pelatihan praktek dilaksanakan di 14 propinsi dan selanjutnya melatih
bidan praktek swasta secara swadaya, begitu juga guru/dosen D3 Kebidanan.
1995-1998, IBI bekerjasama
langsung dengan mother care melakukan pelatihan dan peer preview bagi bidan
rumah sakit, bidan puskesmas dan bidan di desa di propinsi Kalimantan selatan.